Sounds

Jumat, 16 Juni 2017

Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

    Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.
Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu,  tunagrahita,  tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka.

Beberapa Istilah dalam Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus:

  • Impairment: merupakan suatu keadaan atau kondisi di mana individu mengalami kehilangan atau abnormalitas psikologis, fisiologis atau fungsi struktur anatomis secara umum pada tingkat organ tubuh. Contoh seseorang yang mengalami amputasi satu kakinya, maka dia mengalami kecacatan kaki.
  • Disability: merupakan suatu keadaan di mana individu mengalami kekurangmampuan yang dimungkinkan karena adanya keadaan impairment seperti kecacatan pada organ tubuh. Contoh pada orang yang cacat kakinya, maka dia akan merasakan berkurangnya fungsi kaki untuk melakukan mobilitas.
  • Handicaped: merupakan ketidak beruntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu.  Contoh orang yang mengalami amputasi kaki sehingga untuk aktivitas mobilitas atau berinteraksi dengan lingkungannya dia memerlukan kursi roda.
  • At Risk : anak yang meskipun tidak teridentifikasikan memilki kerusakan namun berpeluang mengalami hambatan atau masalah tertentu. Contoh : seseorang yang tidak memilki gangguan tapi dia mengalami kesulitan dalam belajar.

     Adapun bentuk satuan pendidikan / lembaga sesuai dengan kekhususannya di Indonesia dikenal SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.
 

SLB A:
     
     Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision.
  1. Kebutaan Total (Totally blind) : yaitu dimana indera penglihata seseorang benar-benar sudah tidak dapat berfungsi lagi
  2. Low Vision : seseorang dikatakan Low vision apabila orang tersebut mengalami kekurangan penglihatan.

     Karena tunanetra memiliki keterbatasan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat taktual dan bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata. 

SLB B:

     Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:

1. Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40 dB),
2. Gangguan pendengaran ringan(41-55 dB),
3. Gangguan pendengaran sedang(56-70 dB),
4. Gangguan pendengaran berat(71-90 dB),
5. Gangguan pendengaran ekstrem/tuli(di atas 91 dB).

     Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.

SLB C:

     Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi prilaku yang muncul dalam masa perkembangan. klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ.
Retardasi mental dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe :
1.       Retardasi mental ringan ( IQ 55-70)
2.       Retardasi mental moderat ( IQ 40-54 )
3.       Retardasi mental berat ( IQ 25-39 )
4.       Retardasi mental parah ( IQ < 25 )
 
            Dalam Sekolah Luar Biasa khusunnya SLB-C untuk tunagrahita anak-anak dengan retardasi mental dapat digolongkan  menjadi dua tipe :
1.      Educabel
pada kategori ini anak-anak yang bersekolah adalah yang mampu didik atau yang disebut dengan anak-anak dengan retardasi mental ringan. Mereka dapat dididik sampai dengan kelas 5 atau 6 sekolah dasar dan dapat dimasukkan pada sekolah SLB-C.
2.      Trainable
Kategori Trainable atau mampu latih dapat diberikan pada anak-anak dengan retardasi mental moderat, yang bisa dilatih merawat dirinya sendiri, pertahanan diri, cara makan, minum, dan mandi, dan dapat juga dilatih untuk berkerja agar dapat mencari nafkah sendiri nantinya. Sekolah Luar biasa untuk kategori ini adalah SLB-C1.
 
     Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih di titik beratkan pada kemampuan bina diri dan sosialisasi.
 
SLB D:

     Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.
Tujuan umum pendidikan di SLB-D adalah untuk mengembangkan potensi siswa secara optimal dan tujuan khususnya agar siswa dapat mandiri minimal dapat mengurus dirinya sendiri, menjadi lebih baik. Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut di sekolah telah melaksanakan berbagai kegiatan seperti pembelajaran, latihan, dan bimbingan baik pada siswa maupun pada orang tuanya.  
 
 
SLB E:
     
     Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.

     Di dalam pelaksanaan penyelenggaraannya kita mengenal macam-macam bentuk penyelenggaraan pendidikan anak tunalaras/sosial sebagai berikut:
1.      Penyelenggaraan bimbingan dan penyuluhan di sekolah reguler. Jika diantara murid di sekolah tersebut ada anak yang menunjukan gejala kenakalan ringan segera para pembimbing memperbaiki mereka. Mereka masih tinggal bersama-sama kawannya di kelas, hanya mereka mendapat perhatian dan layanan khusus.
2.      Kelas khusus apabila anak tunalaras perlu belajar terpisah dari teman pada satu kelas. Kemudian gejala-gejala kelainan baik emosinya maupun kelainan tingkah lakunya dipelajari. Diagnosa itu diperlukan sebagai dasar penyembuhan. Kelas khusus itu ada pada tiap sekolah dan masih merupakan bagian dari sekolah yang bersangkutan. Kelas khusus itu dipegang oleh seorang pendidik yang berlatar belakang PLB dan atau Bimbingan dan Penyuluhan atau oleh seorang guru yang cakap membimbing anak.
3.      Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras tanpa asrama Bagi Anak Tunalaras yang perlu dipisah belajarnya dengan kawan yang lain karena kenakalannya cukup berat atau merugikan kawan sebayanya.
4.      Sekolah dengan asrama. Bagi mereka yang kenakalannya berat, sehingga harus terpisah dengan kawan maupun dengan orangtuanya, maka mereka dikirim ke asrama. Hal ini juga dimaksudkan agar anak secara kontinyu dapat terus dibimbing dan dibina. Adanya asrama adalah untuk keperluan penyuluhan.
 
SLB G:

     Tunaganda adalah anak yang memiliki kombinasi kelainan (baik dua jenis kelainan atau lebih) yang menyebabkan adanya masalah pendidikan yang serius ,sehingga dia tidak hanya dapat diatas dengan suatu program pendidikan khusus untuk satu kelainan saja, melaiankan harus didekati dengan variasi program pendidikan sesuai kelainan yang dimiliki.

Klasifikasi anak Tunaganda, pada dasarnya ada beberapa kombinasi kelaianan, di antaranya:
1. Kelainan utamanya tunagrahita.
Gabungannya dapat tunagrahita atau tunanetra. Gabungan dengan tunanetrainilah yang dipandang paling berat cara menanganinya.
2. Kelainan utamanya tunarungu.
Gabungannya dapat tunagrahita atau tunanetra. Gabungan dengan tunanetra inilah yang dipandang paling berat cara menanganinya.
3. kelainan utamanya tunanetra. 
Gabungannya dapat berwujud tunalaras, tunarungu, dan kelainan yang
4. Kelainanan utamanya tunadaksa. 
Gabungannya dapat berwujud tunagrahita, tunanetra, tunarungu, gayaemosi, dan kelainan lain.
5. Kelainan utamanya tunalaras. Gabungannya dapat berwujud austisme dan pendengaran.
6. Kombinasi kelainan lain.
            Pada masa lalu,tunaganda secara rutin dipisahkan dari sekolah regular, bahkan sekolah Khusus. Demikian juga program-program pendidikan bagi anak tunaganda semakin dikembangkan untuk anak usia sedini mungkin. Setidak-tidaknya program pendidikan lebih diorientasikan untuk meningkatkan kemandirian anak. Sementara itu dengan pengajaran seharusnya mencakup, di antaranya: ekspresi pilihan, komunikasi, pengembangan keterampilan fungsional, dan latihan keterampilan sosial sesuai dengan usianya, menyadari akan kondisi obyektif anak anak tunaganda, maka pendekatan multidipliner adalah penting. Oleh karena itu orang-orang yang sesuai dalam mengatasi anak tunaganda, seperti terapis bicara dan bahasa, terapis bicara dan bahasa,terapi fisik dan okupasional seharusnya bekerjasama dengan guru-guru kelas, guru-guru khusus dan orangtua, karena perlajuan yang lebih cocok untuk mengatasi anak-anak tunaganda berkenaan dengan masalah ketererampilan adalah memberikan layanan yang terbaik daripada yang diberikan ditempat terapi yang terpisah. Untuk dapat menjamin kemandirian menjamin kemandirian anak tunaganda dalam proses pembelajaran perlu didukung dengan penataan kelas yang sesuai,alat bantu dalam meningkatan keterampilan fungsionalnya. Integrasi dengan anak seusia merupakan komponen lainnya yang penting. Menghadirkan sekolah regular dan berpartisipasi dalam kegiatan yang sama dengan anak-anak normal adalah penting untuk pengembangkan keterampilan sosial dan persahabatan,di samping dapat mendorong adanya perubahan sikap yang lebih  positif.


Mendesain Lingkungan Fisik Kelas

     Mendesain lingkungan fisik kelas erat kaitannya dengan pengelolaan kelas, untuk menciptakan suasana kelas yang efektif. Nah, mendesain lingkungan fisik itu lebih dari sekedar penataan barang di kelas.

Prinsip Penataan Kelas

Terdapat empat prinsip dasar yang dapat dipakai untuk menata kelas (Evertson, Emmer, & Worsham, 2003):
  • Kurangi kepadatan di tempat lalu-lalang. Gangguan dapat terjadi di daerah yang sering dilewati.
  • Pastikan bahwa Anda dapat dengan mudah melihat semua murid. Tugas manajemen yang penting adalah memonitor murid. Pastikan ada jarak pandang yang jelas dari meja Anda, lokasi instruksional, meja murid, dan semua murid. Jangn sampai ada yang tidak kelihatan.
  • Pastikan urid dapat dengan mudah melihat semua presentasi kelas. Tentukan di mana Anda dan murid Anda akan berada saat presentasi kelas diadakan.
  • Materi pengajaran dan perlengkapan murid harus mudah diakses. Ini akan meminimalkan waktu persiapan dan perapian, dan mengurangi kelambatan dan gangguan aktivitas.

Gaya Penataan

      Dalam memikirkann bagaimana cara Anda mengorganisasikan ruang fisik kelas, Anda harus bertanya kepada diri sendiri tipe aktivitas pengajaran apa yang akan diterima murid. Pertimbangkan penataan fisik yang paling mendukung aktivitas itu.

PENATAAN KELAS STANDAR
      Terdapat sejumlah gaya penataan kelas, yaitu: auditorium, tatap-muka, off-set, seminar, dan klaster.

  • Gaya auditorium. Gaya susunan kelas di mana semua murid duduk menghadap guru.
  • Gaya tatap muka. Gaya susunan kelas di mana murid saling menghadap.
  • Gaya off-set. Gaya susunan kelas di mana sejumlah murid (biasanya tiga atau empat anak) duduk di bangku, tetapi tidak duduk berhadapan langsung satu sama lain.
  • Gaya seminar. Gaya susunan kelas di mana sejumlah besar murid (sepuluh atau lebih) duduk di susunan berbentuk lingkaran atau persegi, atau bentuk U.
  • Gaya klaster. Gaya susunan kelas di mana sejumlah murid (biasanya empat sampai delapan anak) bekerja dalam kelompok kecil.

     Susunan meja yang mengelompok akan mendorong interaksi sosial di antara murid. Sebaliknya, susunan meja yang berbentuk lajur akan mengurangi interaksi sosial di antara murid dan mengarahkan perhatian murid kepada guru. Menata meja dalam lajur-lajur dapat bermanfaat bagi murid ketika mereka haru mengerjakan tugas secara sendiri-sendiri, sedangkan eja yang dikelompokkan akan membantu proses belajar kooperatif.

Strategi yang dilakukan dalam Manajemen Kelas:


  • Mendesain lingkungan fisik kelas untuk pembelajaran yang optimal
  • Menciptakan lingkungan yang positif untuk pembelajaran
  • Membangun dan menegakkan aturan
  • Mengajak murid untuk bekerja sama
  • Mengatasi problem secara efektif
  • Menggunakan strategi komunikasi

Bagaimana menciptakan lingkungan kelas yang positif?

A. Gunakan manajemen kelas otoritatif, bukan gaya otoriter atau permisif. Gaya otoritatif adalah melakukan percakapan dengan murid, memerhatikan murid dan membatasi perilaku murid jika dibutuhkan. Pengajaran yang otoritatif berhubungan dengan perilaku murid yang kompeten.

B. Dapat membedakan antara aturan dan prosedur lalu pertimbangkan kemungkinan yang tepat untuk melibatkan murid dalam diskusi dan pembuatan aturan. Aturan kelas harus:

  1. Masuk akal dan perlu
  2. Jelas dan dapat dipahami
  3. Konsisten dengan tujuan instruksional dan pembelajaran
  4. Kompatibel dengan aturan sekolah
C. Agar murid mau bekerja sama diperlukan:
  1. Pengembangan hubungan positif dengan murid.
  2. Mengajak murid berbagi dan mengemban tanggung jawab (seperti melibatkan murid dalam perencanaan dan implementasi inisiatif sekolah dan kelas, mendorong murid untuk menilai perilaku mereka sendiri, jangan menerima alasan-alasan, dan bersabar sampai strategi pemberian tanggung jawab ini bisa bekerja).
  3. Memberi imbalan pada perilaku yang tepat (seperi memilih penguat yang efektif dan penggunaan prompts dan shaping secara efektif).

Kamis, 01 Juni 2017

Bimbingan dan Konseling

Apa ya pengertian dari Bimbingan dan Konseling?

Yaitu terkait dengan program pemberian layanan bantuan kepada siswa dalam upaya mencapai perkembangan yang optimal, melalui interaksi yang sehat dengan lingkungan.


Adapun pengertian Bimbingan dan Konseling:

  • Bimbingan merupakan suatu upaya pemberian bantuan kepada peserta didik dalam mencapai perkembangan optimal yaitu perkembangan yang sesuai dengan potensi dan sistem nilai tentang kehidupan yang baik dan benar. 
  • Konseling merupakan layanan utama bimbingan dalam upaya membantu individu agar mampu mengembangkan diri dan mengatasi masalah melalui hubungan tatap muka atau melalui media, baik secara perorangan maupun kelompok.

Tujuan Bimbingan:

  • Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupan masa yang akan datang
  • Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimiliki seoptimal mungkin
  • Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan
  • Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat maupun lingkungan kerja.


Fungsi Bimbingan:


  • Pemahaman, membantu siswa memahami potensi yang dimilikinya.
  • Preventif, mengantisipasi masalah dan berusaha mencegahnya.
  • Pengembangan, berupaya menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
  • Perbaikan (penyembuhan), membantu siswa yang telah memiliki masalah.
  • Penyaluran, membantu siswa memilih kegiatan pemantapan penguasaan karir.
  • Adaptasi, memilih metode pendidikan sesuai dengan kemampuan individu.
  • Penyesuaian, membantu siswa menyesuaikan diri dengan program pendidikan.

Macam-macam Bimbingan berdasarkan masalah:

1. BIMBINGAN AKADEMIK
Diarahkan  untuk membantu individu dalam menghadapi dan memecahkan masalah akademik :
  •    Pengenalan kurikulum.
  •    Pemilihan jurusan.
  •    Cara belajar.
  •    Penyelesaian tugas dan latihan.
  •    Pencarian dan penggunaan sumber belajar.
2. BIMBINGAN SOSIAL PRIBADI
Membantu siswa memecahkan masalah sosial pribadi :
  •    Hubungan sesama teman.
  •    Hubungan dengan guru dan staf .
  •    Pemahaman sifat.
  •    Penyesuaian dengan lingkungan pendidikan dan masyarakat.
  •    Penyelesaian konflik.

3. BIMBINGAN KARIR
Membantu individu dlm perencanaan, pengembangan dan pemecahan masalah karir :
  •    Pemahaman terhadap jabatan, tugas kerja.
  •    Pemahaman kondisi dan kemampuan diri.
  •    Pemahaman kondisi lingkungan.
  •    Perencanaan dan pengembangan karir.
  •    Penyesuaian pekerjaan.
  •    Pemecahan masalah karir yang dihadapi.

 Prinsip-prinsip dari Bimbingan:

  • Bimbingan diperuntukkan bagi semua individu baik bermasalah maupun tidak, 
  • Bimbingan bersifat individualisasi yang memandang setiap individu itu unik, 
  • Bimbingan menekankan hal yang positif yang membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, 
  • Bimbingan merupakan usaha bersama dimana konselor, guru-guru dan kepala sekolah saling bekerjasama,
  • Pengambilan keputusan merupakan hal yang esensial dalam bimbingan, 
  • Bimbingan berlangsung dalam berbagai setting (adegan) kehidupan dimana bimbingan tidak hanya dapat berlangsung di sekolah. 


Jenis Layanan Bimbingan:

  1. Pelayanan pengumpulan data tentang siswa dan lingkungannya sbg usaha utk mengetahui diri individu seluas-luasnya & latar belakang lingkungannya.
  2. Penyajian informasi yang menyajikan informasi mengenai berbagai aspek kehidupan yang diperlukan individu.  Orientasi/Orientation (Cara belajar, ergaulan., Artikulasi (Articulation – khusus untuk calon siswa), dll.  
  3. Konseling merupakan layanan terpenting dalam program bimbingan yang memfasilitasi individu memperoleh bantuan pribadi secara langsung.
  4. Penempatan (Placement) dan  Tindak lanjut (Follow-up – khusus untuk alumni): pilihan kegiatan ekstrakurikuler, pilihan program studi, pilihan sekolah lanjutan, tindak lanjut., dll.
  5. Penilaian dan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui tujuan apa saja yang telah dicapai dari program yang  dilaksanakan.
  6. Konsultasi(Consultation):

  •          Dengan petugas administrasi sekolah
  •          Dengan staf pengajar.
  •          Dengan orangtua siswa – secara
  •          individual atau dalam bentuk pertemuan dengan para orangtua. 

Pendekatan Bimbingan:

  1. Pendekatan Krisis, membantu individu yang datang sesuai dengan masalah yang dihadapinya dengan lebih menggunakan pendekatan psikoanalisa.
  2. Pendekatan Remedial, membantu memperbaiki kesulitan dan kelemahan individu dengan lebih menggunakan pendekatan behavioristik.
  3. Pendekatan Preventif, mengajarkan pengetahuan dan keterampilam untuk mencegah dan mengantisipasi masalah.
  4. Pendekatan Perkembangan, menggunakan teknik pembelajaran, pertukaran informasi, bermain peran, tutorial, dan konseling.


Berikut di atas pembahasan sedikit mengenai bimbingan dan konseling, semoga informasinya membantu..